Mengukuhkan KPU Sebagai Lembaga Tunggal Penyelenggara Pemilu Sesuai Konstitusi
Minggu, 09 Agustus 2020 | 22:59 WIB | Opini | Super Admin | 256 klikHenry Zones Sinaga
Mahasiswa Tata Kelola Pemilu Magister Ilmu Politik Universitas Sumatera UtaraPenyelenggara Pemilu
Pemilu di Indonesia diselenggarakan oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pernyataan ini diambil dari bunyi UUD 1945 yang mengatur tentang Pemilu yakni Pasal 22 E ayat 5 yang berisi: "Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri." Sehingga dengan mempergunakan pendekatan legalistik, tidak ada lembaga lain yang menyelenggarakan Pemilu itu selain KPU. Lembaga-lembaga yang seperti Bawaslu, DKPP, dan Mahkamah Konstitusi bukan lah penyelenggara Pemilu. Berdasarkan ketentuan ini, bahwa yang melaksanakan electoral process yakni tahapan Pemilu secara keseluruhan adalah KPU yang sumber rujukannya adalah electoral laws, yakni peraturan perUUan yang menyangkut Pemilu. Dapat dijelaskan bahwa ada 3 sifat yang melekat pada KPU sebagaimana yang diatur dalam UU, yakni :
Nasional ;
Keberadaan KPU melingkupi seluruh wilayah Indonesia yang terstruktur mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat TPS. Hal ini dirasakan perlu mengingat bahwa pelaksanaan Pemilu merupakan perwujudan dari HAM, sehingga setiap individu yang telah memenuhi persyaratan UU berhak untuk mempergunakan hak pilihnya di seluruh wilayah Indonesia, sehingga mereka harus dilayani secara nasional, dalam artinya setiap warga negara mampu mempergunakan hak pilihnya secara baik. Dalam kondisi seperti ini, maka yang melaksanakan proses Pemilu disebut sebagai sebuah rezim Pemilu yang menghasilkan rezim pemerintahan dimana keduanya saling berinteraksi dengan baik.
Tetap ;
Lembaga ini bersifat tetap sekalipun personilnya berganti secara periodik. Pergantian yang terjadi merupakan proses kesinambungan dari seluruh pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh KPU tanpa pernah mengakibatkan adanya sebuah kekosongan dalam bertindak dalam diri penyelenggara. Struktur KPU ataupun rezim Pemilu yang bersifat tetap adalah KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten Kota sementara lembaga di bawahnya bersifat ad hoc yakni direkrut dan melaksanakan tugas dalam periode tertentu. Adanya lembaga yang bersifat tetap ini adalah merupakan sebuah proses perbaikan dari lembaga penyelenggara Pemilu sebelumnya yang secara nasional bersifat ad hoc Pelaksanaan Pemilu oleh lembaga yang bersifat ad hoc pada masa lalu mengakibatkan transparansi dan tingkat kejujuran yang dipertanyakan sehingga integritas Pemilu dan pemurnian suara rakyat tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Bercermin dari permasalahan itu, maka penyelenggara Pemilu semenjak Pemilu tahun 1999 diupayakan supaya penyelenggaraannya dilakukan oleh sebuah lembaga yang bersifat tetap dengan harapan supaya kejadian-kejadian yang tidak diharapkan pada masa lalu tidak terulang kembali.
Mandiri
Dalam rangka mendukung transparansi dan kehandalan lembaga KPU dalam melaksanakan tugas maka diperlukan adanya kemandirian, yang biasanya dikenal dengan independensi. Tidak boleh ada lembaga lain yang bisa mendikte ataupun mempengaruhi lembaga KPU ini dalam melaksanakan tugasnya. Mereka harus tegak lurus dengan UU yang mengaturnya tanpa bisa dipengaruhi oleh lembaga manapun. Secara teoritis konsep yang seperti ini kelihatannya mudah tetapi dalam prakteknya adalah sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan. Hal ini terkait terutama dengan campur tangan berbagai pihak yang cukup kuat dalam proses rekrutmen keanggotaan lembaga Pemilu yang bersifat tetap.
Lembaga penyelenggara Pemilu diorientasikan hanya dalam rangka menghasilkan rezim secara demokratis. Hal ini dirasakan perlu berhubung karena kita sudah berkomitmen untuk memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan meletakan demokrasi itu sebagai fundamen utama dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Ada beberapa hal yang menjadi dasar demokrasi sebagai suatu sistem politik sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof, Ramlan Surbakti, yakni :
Demokrasi mencegah tumbuhnya kaum otokrat yang kejam dan licik ;
Demokrasi menjamin sejumlah hak asasi warga negara, yang tidak diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokratik ;
Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warga negara daripada alternatif lain yang memungkinkan ;
Demokrasi membantu orang untuk melindungi kepentingan pokok mereka ;
Hanya pemerintahan yang demokratik yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi warga negara untuk menggunakan kebebasan menentukan nasibnya sendiri, yaitu hidup di bawah hukum yang mereka pilih sendiri ;
Hanya pemerintahan yang demokratik yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi warga negara untuk menjalankan tanggung jawab moral, termasuk akuntabilitas pemegang kekuasaan kepada rakyat yang menjadi konstituen ;
Demokrasi membantu perkembangan manusia daripada alternatif lain yang memungkinkan ;
Hanya pemerintah yang demokratik yang dapat membantu perkembangan kadar persamaan politik yang relatif lebih tinggi ;
Negara- negara demokrasi perwakilan modern tidak pernah berpegang satu sama lain ;
Negara-negara dengan pemerintahan yang demokrasi cenderung lebih makmur daripada negara dengan pemerintahan yang tidak demokratik.
Demokrasi tidak hanya berupa keikutsertaan Pemilu yang LUBER, JURDIL, dan akuntabel tetapi terutama cita-cita, pendapat, preferensi, dan penilaian warga negara menentukan isi UU, kebijakan dan tindakan publik lainnya. Pandangan ini berangkat dari asumsi yang mengatakan orang yang paling tahu mengenai apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena itu pandangan ini meyakini prinsip self-government harus mengalir dari pandangan para warga negara. Karena warga negara begitu banyak jumlahnya, maka yang dianggap menjadi ukuran adalah preferensi sebagian besar atau mayoritas pemilih. Ini lah yang disebut demokrasi agregatif, yang antara lain dikemukakan oleh Robert Dahl.
Demokrasi agregatif tidak memadai karena demokrasi tidak tidak hanya diukur dari apakah UU dan kebijakan publik dirumuskan berdasarkan preferensi dan pandangan para warga negara secara umum tetapi terutama apakah UU dan kebijakan sesuai dengan kehendak setiap warga negara. Demokrasi pada dasarnya kemampuan setiap warga negara mengatur dirinya dan menolak tirani tetapi menuntut akuntabilitas publik. Demokrasi deliberatif sering disebut reasoned rule oleh para warga negara yang memiliki kedudukan yang setara.
Pentingnya nilai-nilai demokrasi self-government, kesetaraan politik, dan reasoned rule tetapi menekankan pada partisipasi seluruh warga negara secara langsung dalam pengambilan keputusan. Walaupun keterlibatan secara langsung tersebut tidak pada setiap tingkatan ataupun isu publik. Tetapi frekuensinya cukup sering terutama dalam pembuatan kebijakan penting. Demokrasi partisipatoris sebagai demokrasi berkadar tipis menjadikan warga negara berinteraksi secara langsung membahas pilihan UU atau kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi bersama dan menganggap demokrasi agregatif tidak mencerminkan self-government (UU dan kebijakan sesuai dengan referensi sebagian besar masyarakat tetapi pemerintahnya tidak demokratik).
Hubungan kelembagaan KPU dan Bawaslu dirangkai oleh kepentingan bersama untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang demokratik dan berintegritas. Dibutuhkan penyelenggara pemilu yang memiliki kompetensi untuk mengkoordinasi proses penyelenggaraan pemilu agar sesuai menurut UU Pemilu supaya menghasilkaan pemilu yang demokratik dan berintegritas.
Apabila kesedaran politik masyarakat, Peserta Pemilu telah mencapai tingkat kepercayaan dan menjauhi kecurangan dan manipulasi dalam proses pemilu sebaiknya sebagai negara demokrasi hanya memebentuk sebuah Lembaga penyelenggara pemilu yang tunggal yaitu Komisi Pemilihan Umum dan membubarkan Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu cukup kita membentuk sebuah peradilan pemilu Independen Mandiri dan berintergritas karena konsep pendirian sebuah badan pengawas adalah memperlemah kelembagaan KPU dan mengurangi keindepenenan atau kemandirian Komisi Pemilihan Umum. Kedepannya pada pemilu serentak 2024 pada revisi UU Pemilu kita harus memiliki konsensus bersama untuk memperkuat Komisi Pemilihan Umum dan menjaga Integritas dan Independen Lembaga KPU. (*)