Menjalin Hubungan Harmonis
Minggu, 09 Agustus 2020 | 22:55 WIB | Opini | Super Admin | 190 klik
Lita Rosita
Anggota KPU Lebak, Divisi Teknis PenyelenggaraanSelayaknya setiap manusia dalam berinteraksi dengan sesama menunjukan sikap yang baik sebagai upaya menjaga hubungan yang baik pula. Mengedepankan sikap dan perilaku santun pada keseharian merupakan cermin dari pribadi yang diinginkan oleh semua orang. Tak ubahnya dalam aktivitas kita sehari-hari, baik di lingkungan rumah, kantor dan masyarakat akan kita temukan berbagai sikap dan karakter setiap orang dalam membangun hubungan dengan sesama.
Hubungan (relationship) merupakan kesinambungan hubungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu dan yang lainnya. Hubungan juga dapat menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Jika semakin dekat, maka hubungan itu akan lebih terarah pada level yang lebih tinggi di antara yang sedang berinteraksi tersebut.
Tidak sedikit pula, ketika seseorang menjalin hubungan dengan yang lain mengalami gagal paham. Hal ini disebabkan di antara satu dan lainnya tidak mencapai titik temu untuk saling mengerti atau memahami, baik itu cara berpikir, cara pandang, atau menilai suatu hal nampak tak sejalan. Sangat memungkinkan adanya kesulitan dalam upaya menyatukan pikiran dari orang yang berbeda begitu sulit, dan tidak akan sinkron. Karena, ego yang dimiliki kadang begitu kuat sehingga mengalahkan akal sehat.
Pada kenyataan yang ada, seringkali kebaikan dalam hubungan dimanfaatkan dan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang dapat merugikan diri sendiri atau lembaga, institusi ataupun organisasi. Terkadang hal itu di luar pengawasan dan tanpa sepengetahuan kita. Lebih ironis lagi, jika kita ikut didalamnya sebagai upaya kongkalikong atau bersekongkol dengan orang yang menjalin hubungan baik demi tujuan tertentu dengan tidak lagi menjaga dan mempertahankan wibawa juga nama baik.
Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan pemilu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang pemilu dan diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang (UU), tentunya punya hubungan yang sangat signifikan dengan berbagai kalangan. Berintegritas dan menjunjung tinggi netralitas suatu bentuk dari kesungguhan dalam bekerja, serta perilaku/sikap yang menjadi keteguhan diri penyelenggara pemilu.
Di Antara Hubungan
Dalam tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di semua tingkatan, terdapat tata kerja yang harus dipedomani yakni: PKPU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas PKPU Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Didalamnya terdapat 2 elemen penting yang tidak bisa dipisahkan antara lain, komisioner dan kesekretariatan. Tata kerja merupakan pengaturan uraian tugas dan mekanisme kerja organisasi yang meliputi penetapan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban kerja. Hubungan internal ini mempunyai fungsi dan aturan yang sudah ditentukan pada ranah masing-masing.
Semua anggota KPU mempunyai bidang tugas dalam setiap divisi, seperti tertuang pada pasal 13 ayat (1): Divisi perencanaan, keuangan, umum, rumah tangga dan logistik; Divisi Sosialisasi, pendidikan pemilih, dan partisipasi masyarakat; Divisi data dan informasi; Divisi sumber daya manusia, organisasi, pendidikan dan pelatihan dan penelitian dan pengembangan; Divisi teknis penyelenggaraan; Dan divisi hukum dan pengawasan.
Kesekretariatan adalah Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU provinsi, dan sekretariat KPU kabupaten/kota. Kesekretariatan tersebut berkedudukan di ibukota pada setiap tingkatan, maka dalam menjalankan tugas, wewenang, dan kewajiban anggota KPU dibantu kesekretariatan. Oleh karena itu kesekretariatan memiliki peran sebagai pelaksana kebijakan, juga unit pendukung teknis dan administrasi pelayanan KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota.
Kedua hubungan ini begitu mengikat dan tak terpisahkan dalam kinerja penyelenggara KPU, sehingga terdapat tanggung jawab sekretaris kepada ketua KPU yang harus dilakukan, yakni secara administrasi dan fungsional. Untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota, secara fungsional sekretaris bertanggung jawab kepada ketua, lantas secara administrasi, sekretaris provinsi bertanggung jawab kepada sekretaris jenderal KPU, sekretaris kabupaten/kota secara administrasi pula bertanggung jawab terhadap sekretaris provinsi.
Terkait penyusunan program, kebijakan, dan pengambilan keputusan oleh sekretariatan di semua tingkatan harus melalui rapat pleno yang dipimpin oleh ketua. Begitu pentingnya peran di antara keduanya. Sehingga satu sama lain saling mendukung kinerja sesuai peraturan perundangan-undangan yang sudah ditetapkan. Walaupun diperjalanan ada ketidakharmonisan karena lebih kepada kesalahpahaman/miskomunikasi semata tanpa mengubah makna dari tugas, fungsi dan tanggung jawaban dan juga bisa diselesaikan dengan baik. Dinamika dunia pekerjaan menuntut kita untuk dapat menyikapi dalam perbedaan sikap, arahan, dan pandangan pada institusi yang besar ini.
Tidak hanya hubungan ke dalam yang harus dilakukan dengan baik dan harmonis. Idealnya juga dengan semua pihak termasuk pemangku kepentingan. KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota mengelola hubungan dengan pemangku kepentingan berpedoman pada prinsip penyelenggara pemilu yaitu: mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, kepentingan umum, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien dan aksesibilitas. Pemangku kepentingan tersebut yakni, meliputi: pemilih, peserta pemilu, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, media massa, Bawaslu dan DKPP, pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), kejaksaan, lembaga peradilan dan pihak lain yang diperlukan.
Pemangku kepentingan merupakan aktor yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung, juga dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas penyelenggara pemilu di semua tingkatan. Adapun penjelasan atau pengelompokan dari pemangku kepentingan adalah sebagai berikut: (a). Peserta pemilu: parpol, pasangan calon dan calon, (b). Pemerintah: eksekutif terdiri dari kementerian yang terkait dengan urusan pemilu, kepolisian, TNI atau pun pemerintah daerah, dan legislatif yakni DPR serta DPRD, (c). Lembaga penyelenggara pemilu: Dewan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di setiap tingkatan, maupun lembaga penyelenggara pemilu di negara lain, (d). Media jurnalis: secara khusus jurnalis yang ditugaskan untuk meliput isu-isu pemilu, (e). Organisasi masyarakat sipil: yaitu yang menaruh perhatian terhadap isu pemilu baik dalam negeri maupun luar negeri, termasuk lembaga-lembaga pemantau pemilu dan pilkada, (f). Pemantau pemilu: yang melakukan proses pemantauan tahapan pemilu yang terakreditasi di Bawaslu, (g). Akademisi dan perguruan tinggi: memiliki fokus studi terhadap isu pemilu, (h). Pemilih, (i). Dan pemangku kepentingan lainnya.
Kerjasama yang dilakukan dengan pemangku kepentingan oleh KPU di setiap tingkatan menggunakan prinsip aksesibilitas, transparan, akuntabel dan proporsional. Selain itu, juga dapat melakukan koordinasi untuk tahapan, seperti persiapan penyelenggaraan pemilu, pelaksanaan tahapan pemilu dan evaluasi penyelenggaraan pemilu. Begitu banyak kepentingan antara KPU dan pihak luar selaku pemangku kepentingan. Demi menjaga keselaran, maka KPU sebagai penyelenggara pemilu mempunyai tatanan dalam menjalin hubungan dan kerjasama untuk setiap tahapan.
Harapan dan Keinginan dalam Pemilihan Kepala Daerah
Hubungan yang sudah terjalin baik dengan internal dan ekternal harus bisa diterapkan pada saat pelaksanan jadwal, tahapan dan program dalam pemilihan kepala daerah di tahun 2020 ini. Pada tubuh penyelenggara pemilihan khusus KPU di semua tingkatan hendaknya bahu membahu menjadi satu ikatan bersama sekretariatan melaksanakan pemilihan kepala daerah dengan baik dan maksimal seperti yang sudah di atur dan dijelaskan dalam tata kerja yang menjadi pedoman dalam bekerja sebagai penyelenggara.
Covid-19 yang belum usai dan waktu berakhir yang tak pasti, menuntut para penyelenggara pemilihan untuk tetap beraktivitas menjalankan roda pemilihan dengan baik. Meski dipenuhi kecemasan dan kekhawatiran akan keselamatan semua orang yang terlibat didalamnya itu hal yang manusiawi. Tentu saja untuk mengantisipasi hal tersebut, tetap harus mengedepankan protokol kesehatan Covid-19.
Sebagai upaya mewujudkan pemilihan kepala daerah yang jujur dan adil juga menghindari terjadinya delegitimasi pemilihan yang akan datang, maka masalah-masalah penegakan hukum dapat diselesaikan dengan lebih baik lagi secara komprehensif. Hubungan baik secara internal dalam satu tubuh penyelenggara maupun dengan eksternal yang sudah terjalin dapat selaras beriringan, bergandengan, mengikuti aturan yang sudah ditetapakan tanpa mengubah fungsi dari kesakralan demokrasi. (*)